Bukan Cuma Sanksi! Pengamat Usul Insentif bagi Armada Non
Penanganan kendaraan Over Dimension and Over Load(ODOL) masih menjadi tantangan serius dalam sektor transportasi darat di Indonesia. Meski pemerintah telah melakukan berbagai langkah seperti razia gabungan, pembangunan jembatan timbang modern, serta penerapan sanksi administratif dan pidana, efektivitas penertiban di lapangan dinilai belum optimal.
Minimnya sumber daya pengawasan dan adanya resistensi dari sebagian pelaku usaha membuat langkah pemerintah kerap terbentur kendala teknis dan sosial. Pemerhati transportasi Muhammad Akbar menegaskan bahwa penindakan terhadap kendaraan ODOL harus menjadi prioritas utama pemerintah.
"Penindakan tegas terhadap kendaraan ODOL tetap harus menjadi prioritas, guna menegakkan wibawa aturan dan memberikan efek jera bagi pelanggar. Tidak boleh ada kompromi dalam hal keselamatan lalu lintas dan perlindungan terhadap infrastruktur jalan," ujar Akbar.
Baca Juga: ODOL Bukan Cuma Bahaya, tapi Juga Tidak Adil untuk Bisnis
Di sisi lain, Akbar juga mengingatkan agar kebijakan yang diterapkan tidak hanya mengedepankan aspek hukuman. Menurutnya, pendekatan yang terlalu represif dapat menyulitkan pelaku usaha angkutan barang, khususnya yang beroperasi dengan margin keuntungan tipis.
Banyak pengusaha telah melakukan penyesuaian armada dengan biaya besar, tetapi belum menerima kompensasi dalam bentuk insentif yang nyata. Untuk mendorong kepatuhan jangka panjang, Akbar mengusulkan agar pemerintah mulai mengintegrasikan insentif fiskal dan nonfiskal dalam kebijakan transportasi.
Bentuk insentif yang disarankan antara lain adalah diskon tarif tol bagi kendaraan non-ODOL, subsidi bahan bakar bersubsidi, diskon servis kendaraan resmi, serta kemudahan pembiayaan berbunga rendah untuk penggantian armada.
Baca Juga: Alihkan Kepadatan di Jalan Raya dan Kurangi Truk ODOL, Malaysia Terapkan Angkut Kontainer dan Barang Pakai Kereta ECRL
Akbar menilai bahwa kepatuhan terhadap regulasi akan tumbuh secara organik apabila disertai dengan insentif yang rasional dan adil.
"Ketika regulasi disertai insentif yang rasional, maka akan tumbuh budaya patuh secara organik. Kepatuhan semacam ini jauh lebih kokoh dan berkelanjutan, karena lahir dari kesadaran, bukan sekadar ketakutan terhadap sanksi," kata Akbar.
Ia menambahkan, kombinasi antara penegakan hukum dan penghargaan akan membentuk ekosistem transportasi yang sehat, adil, dan berkelanjutan.
(责任编辑:探索)
- ·Mahfud Mundur dari Kabinet, Tom Lembong: Buruk Buat Negara
- ·CEO JPMorgan Jamie Dimon Sebut Pasar Obligasi Terancam Kondisi Utang Nasional AS
- ·Pendulang Liar di Freeport Perlu Diatur Perda
- ·Jadi Tersangka Penipuan, Ketua KADIN Digelandang Polisi
- ·KPU Umumkan 11 Nama Panelis Debat Cawapres 22 Desember 2023, Isu
- ·Cegah HMPV, IDI Imbau Masyarakat Kembali Gunakan Masker
- ·Intip Gaya Rambut Anyar Selvi Ananda dan Erina Gudono di Tahun 2025
- ·Buat Warga Jogyakarta di Jabodetabek, Yuk Dukung Sultan HB II Jadi Pahlawan Nasional
- ·Puluhan TNI AD Geruduk Polrestabes Medan, Mabes TNI Angkat Bicara
- ·Pilot Beber 2 Alasan Kenapa Ada Kursi Pesawat yang Tak Bisa Direbahkan
- ·Cegah Polusi Udara Jakarta, Menparekraf Dukung Penerapan WFH
- ·Orang Demokrat Kaget: Anies Baswedan Paling Populer?
- ·KPK Periksa Satu Saksi Kasus Rommy, Pejabat Kemenag?
- ·Begini Pengakuan Sopir Ratna Sarumpaet di Persidangan
- ·Ini Dia 3 Dugaan Pelanggaran Kode Etik Eks Ketua KPK Firli Bahuri
- ·Perjalanan Bisnis Wiwoho Basuki Tjokronegoro Pemilik Teladan Group, dari Tambang hingga Televisi
- ·DPR Usulkan Kepala BNN dan BNPT Dijabat Bintang Empat, Polri Angkat Bicara
- ·Uni Eropa Akan Desak Trump Minggu Ini: Hapus Tarif Impor atau Hadapi Balasan Tegas
- ·Cegah Polusi Udara Jakarta, Menparekraf Dukung Penerapan WFH
- ·Bawaslu Periksa Saksi Terkait Penghadangan Sandiaga