Wah! MK Batalkan UU tentang Batas Usia Minimal Menikah
Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu akhirnya memutus uji materi ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam putusan tersebut, secara tegas MK menyatakan membatalkan berlakunya aturan batas usia minimal 16 tahun bagi perempuan untuk menikah, sebagaimana tercantum dalam ketentuan a quo.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman yang membacakan amar putusan menyebutkan bahwa ketentuan Pasal 7 Ayat (1) sepanjang frasa "usia 16 (enam belas) tahun" UU 1/1974 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Melalui putusan tersebut Mahkamah juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap UU 1/1974, khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan, dalam jangka waktu paling lama tiga tahun.
Selain itu, Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UU 1/1974 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perubahan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan tersebut.
Uji materi ini diajukan tiga perempuan warga negara Indonesia yang menikah di bawah umur dan merasa ketentuan a quo menimbulkan kerugian konstitusional bagi sebagian besar perempuan Indonesia, karena sifat ketentuan a quo yang dinilai diskriminatif.
Dalam dalil permohonan perkara a quo, pemohon menyebutkan bahwa Pasal 7 Ayat (1) UU 1/1974 secara nyata membedakan kedudukan hukum serta diskriminasi terhadap anak perempuan dalam hak kesehatan, hak pendidikan, dan menimbulkan risiko eksploitasi anak.
Pernah Diputus Pasal yang diuji dalam perkara bernomor 22/PUU-XV/2017 ini sebelumnya sudah pernah diuji dan diputus oleh Mahkamah dengan putusan Nomor 30-74/PUU-XII/2014, bertanggal 18 Juni 2015.
Dalam putusan tersebut, MK menolak permohonan perkara 30-74 itu, kemudian menyatakan Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Terkait dengan putusan yang berbeda tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dalil permohonan perkara nomor 22 berbeda dengan permohonan nomor 30-74.
Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams yang membacakan pertimbangan Mahkamah itu, menjelaskan bahwa pemohon perkara 22 mendalilkan adanya sifat diskriminatif dalam ketentuan a quo dengan membedakan batas usia menikah antara laki-laki dan perempuan.
Mahkamah berpendapat salah satu kebijakan hukum yang dapat dikategorikan mengandung perlakuan berbeda atas dasar jenis kelamin dimaksud adalah Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan.
"Hal demikian dalam putusan-putusan sebelumnya belum dipertimbangkan oleh Mahkamah dan pertimbangan demikian tidak muncul karena memang tidak didalilkan oleh para pemohon pada saat itu," jelas Wahiddudin.
Mahkamah menyatakan pasal a quo diskriminatif dan inkonstitusional karena membedakan batas usia minimum perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian menyebabkan perempuan mengalami tindakan diskriminatif dalam pemenuhan hak-hak konstitusionalnya.
Adapun hak-hak konstitusional yang dimaksud, antara lain hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Menurut UU Perlindungan Anak, seorang perempuan pada usia 16 tahun masih tergolong dalam pengertian anak, sehingga jika telah menikah statusnya akan berubah menjadi orang dewasa. Sementara bagi laki-laki perubahan demikian baru dimungkinkan jika laki-laki tersebut telah menikah pada usia 19 tahun.
Diskriminasi Hak Dalam pertimbangan Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, Mahkamah berpendapat bahwa pengaturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan tidak saja menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945.
Ketentuan yang membedakan ini juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945.
Ketika usia minimal perkawinan bagi perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, maka secara hukum perempuan dapat lebih cepat untuk membentuk keluarga. Hal demikian dinilai Mahkamah berbeda dengan batas usia minimal perkawinan bagi laki-laki yang mengharuskan menunggu lebih lama dibandingkan dengan perempuan.
Perbedaan batas usia minimal tersebut memberi ruang lebih banyak bagi anak laki-laki untuk menikmati pemenuhan hak-haknya sebagai anak karena batas usia kawin minimal laki-laki yang melampaui usia minimal anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak.
"Sementara bagi perempuan, pembatasan usia minimal yang lebih rendah dibanding usia anak justru berpotensi menyebabkan anak tidak sepenuhnya dapat menikmati hak-haknya sebagai anak dalam usia anak," jelas Saldi.
Meskipun Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UU 1/1974 salah satu bentuk kebijakan yang diskriminatif, atas dasar jenis kelamin, Mahkamah tidak memiliki kewenangan menentukan batas usia minimal perkawinan seperti yang diminta para pemohon dalam petitumnya.
Saldi menjelaskan bahwa Mahkamah hanya dapat menegaskan bahwa kebijakan yang membedakan batas usia minimal perkawinan antara laki-laki dan perempuan adalah kebijakan yang diskriminatif, namun penentuan batas usia perkawinan tetap menjadi ranah kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
Mahkamah berpendapat bahwa pembentuk kebijakan mempertimbangkan dengan lebih fleksibel batas usia minimal perkawinan sesuai dengan perkembangan hukum dan perkembangan masyarakat.
"Maka Mahkamah memberikan waktu selambat-lambatnya tiga tahun kepada pembentuk undang-undang untuk sesegera mungkin melakukan perubahan kebijakan hukum terkait batas minimal usia perkawinan, khususnya sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan," ujar Saldi.
Bila dalam tenggang waktu tiga tahun pembentuk undang-undnag belum dapat melakukan perubahan atas batas usia perkawinan dalam UU Perkawinan, maka batas minimal usia perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) UU 1/1974 akan diharmonisasikan dengan usia anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak dan diberlakukan sama bagi laki-laki dan perempuan.
"Hal ini demi memberikan kepastian hukum dan mengeliminasi diskriminasi yang ditimbulkan oleh ketentuan tersebut," jelas Saldi.
Baik anak laki-laki maupunperempuan memiliki hak asasi manusia yang sama dan dijamin dalam UUD 1945, yang harus diperjuangkan untuk mengeliminasi timbulnya diskriminasi atas dasar jenis kelamin.
-
Bilang Rumah DP 0 Rupiah Diminati Warga Jakarta, Ternyata Cuma Laku...Beijing Menutup Telinga, Uni Eropa Siap Lawan Potensi Banjir Komoditas ChinaBPOM Turun Gunung, Selidiki Kasus Keracunan MBG di SPPG Bosowa Bina InsaniJadi Saksi Sidang, Penyelidik KPK Yakin Hasto Aktor IntelektualSah! Ini Alasan NasDem Dukung Bobby Nasution di Pilgub Sumut 2024, PDIPerjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip MorrisIstana: Pemerintah Kaji Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Masukkan Anak Bermasalah ke Barak MiliterDPR: Demokrasi yang Matang Menuntut Kritik Konstruktif, Bukan Kekerasan terhadap MediaPeran Sufmi Dasco dalam Menjaga Demokrasi dan Komunikasi Untuk Presiden PrabowoPerjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris
下一篇:Puma Bakal Berhenti Sponsori Timnas Israel Mulai 2024
- ·KPK Periksa Pimpinan DPRD Bekasi dan Anggota DPRD Jabar, Siapa Dia?
- ·Trump Kembali Serang The Fed, Klaim Lebih Paham Suku Bunga Dibandingkan Powell
- ·Selebgram Banjir Kecaman Usai Panjat Gedung Berhantu di Thailand
- ·Indonesia Miliki Banyak Jalur Masuk Narkoba, Ahmad Sahroni: Kolaborasi Pengawasan Wajib Ditingkatkan
- ·Kisruh TGUPP, BW: DPR Tak Masalahkan KSP?
- ·Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris
- ·Tips untuk Penumpang Saat Naik Pesawat: Pakai Baju Warna Merah
- ·Selebgram Banjir Kecaman Usai Panjat Gedung Berhantu di Thailand
- ·Waspada, 7 Minuman ini Bisa Jadi Penyebab Batu Ginjal
- ·Korea Selatan Sebut Tak Mudah Membujuk Trump, Beragam Isu Dibawa
- ·Kejari Bandung Periksa Mantan Dirut Bio Farma Honesti Basyir
- ·Tips untuk Penumpang Saat Naik Pesawat: Pakai Baju Warna Merah
- ·Daftar Barang yang Dilarang Masuk Pesawat, Cek Dulu Sebelum Terbang
- ·Tak Hanya Tarif Trump, Daya Produksi China Turut Menjadi Biang Masalah Ekonomi Dunia
- ·Koki Australia Pecahkan Rekor Maraton Masak Terlama Selama 140 Jam
- ·Kejari Bandung Periksa Mantan Dirut Bio Farma Honesti Basyir
- ·Tak Perlu Dihindari, 5 Minuman Manis Alami Ini Cocok untuk Diet
- ·Tanggapi Kasus Oplosan Pertamax, Mantan Komut Pertamina Ahok Ajak Sidang Terbuka!
- ·Kamu Ingin Kuliah Jurusan Teknik? Kampus Ini Buka Prodi Baru, Teknik Kimia dan Teknik Mesin
- ·Kemendiktisaintek dan Kemenkes Bentuk Komite Cegah Kekerasan PPDS, Ini 6 Tugasnya
- ·Waspada, Jangan Langsung Sentuh 5 Benda Ini Saat Masuk Kamar Hotel
- ·Sepakat Akhiri Konflik, PWI Gelar Kongres Persatuan Agustus 2025
- ·Legal Clarification and Commitment of Our Client, JTA Investree Doha Consultancy LLC
- ·Prabowo Berapi
- ·Peran Sufmi Dasco dalam Menjaga Demokrasi dan Komunikasi Untuk Presiden Prabowo
- ·Tak Hanya Tarif Trump, Daya Produksi China Turut Menjadi Biang Masalah Ekonomi Dunia
- ·5 Cara Menata Tanaman Gantung di Teras Rumah agar Lebih Berwarna
- ·Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris
- ·Sitaan Baru Kasus Suap Vonis Lepas CPO, Kejagung Temukan Mobil Mewah dan Sepeda Brompton
- ·Rombongan Turis India Tak Bisa Pulang dari Malaysia Gara
- ·Wapres Minta Kemenag Antisipasi Cuaca Panas Arab Saudi: Jangan Sampai Jemaah Meninggal Kepanasan
- ·IHSG Tembus 7.100, Investor Asing Terciduk Borong 10 Saham Ini
- ·Prabowo Yakin Masa Depan Indonesia Gemilang: Banyak Kekuatan Ingin Indonesia Terpecah Belah
- ·Dominasi Pasar Bitcoin Menyusut, Harga Sempat Terkoreksi Hingga US$102.700
- ·SIM C1 Resmi Diberlakukan, Ini Syarat dan Spesifikasinya
- ·Makan Lebih Banyak Telur Bikin Otak Wanita Tetap 'Encer', Studi Ungkap